Sabtu, 23 Juni 2012

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


PENDAHULUAN

Suatu pasar dimana tidak terdapat persaingan disebut sebagai “monopoli”. Ada beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menentukan adanya monopoli2. Pertama, apabila pelaku usaha mempunyai pengaruh untuk menentukan harga. Kedua, pelaku usaha tidak merasa perlu untuk menyesuaikan diri terhadap pesaing dan terakhir, adanya “entry barrier” bagi pelaku usaha yang ingin masuk dalam pasar yang sudah dimonopoli oleh pelaku usaha.

UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli) berumur lima tahun sejak diundangkanya dan berlaku efektif baru empat tahun yaitu sejak tgl. 5 Maret 2000. Dalam usia empat tahun berlakunya UU Antimonopoli tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ingin mendapatkan masukan dari stakeholdernya, seperti dari pelaku usaha, ahli hukum persaingan, praktisi hukum, pemerintah, DPR dan lain-lain.


Tujuan UU Antimonopoli

Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia bisnis, maka perlulah dilihat tujuan dari UU Antimonopoli. Berhasil tidaknya pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut dapat diukur, jika tujuan UU Antimonopoli tersebut dapat dicapai. Dari kaca mata pelaku usaha tujuan UU Antimonopoli yang ditetapkan di dalam pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha, yaitu:
-         terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha, bagi
pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil;
-         mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat;
-         terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; dan yang terakhir
sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah
-         untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Kebijakan Pemerintah langgar ketentuan UU Antimonopoli

Selain pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli, kenyataannya pemerintah juga melanggar ketentuan UU Antimonopoli melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkannya yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkautan. Misalnya, pemerintah 5 dalam hal ini Menperindag mengeluarkan SK No. 643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, yang menunjuk beberapa importir gula, dan pada tgl. 17 Februari 2004 Menperindag mengeluarkan Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau. Keputusan Menperindag ini bertentangan dengan konsep UU Antimonopoli, karena melarang memperdagangkan antar pulau gula kristal rafinasi produk dalam negeri yang berasal dari:

   a.   Gula Kristal Mentah/Gula Kasar, kecuali diperdagangkan dari industri  rafinasi kepada industri makanan, minuman dan farmasi;
    b.   Gula Kristal Rafinasi Impor;
    c.   Gula Kristal Mentah/Gula Kasar.

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004 tersebut gula tersebut hanya dapat dipasarkan oleh distributor tertentu dan ke wilayah tertentu. Kesempatan yang sama bagi pelaku usaha untuk mendistribusikan gula sebagaimana di dalam pasal 3 ayat 1 tersebut menjadi terkonsentrasi. Artinya, harus ada ijin khusus dari Direktur Jenderal berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (ayat 2 pasal 3 Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004).


LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI

Pada tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-undang Anti Monopoli). Pasal 3 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk :

    a.   Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
    b.   Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang   sehat sehingga menjamain adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
    c.   Mencegah praktek monopoli atau praktek usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha;
    d.   Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha


REFERENSI :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar