PENDAHULUAN
Suatu pasar dimana
tidak terdapat persaingan disebut sebagai “monopoli”. Ada beberapa asumsi yang
menjadi dasar untuk menentukan adanya monopoli2. Pertama, apabila pelaku usaha mempunyai
pengaruh untuk menentukan harga. Kedua, pelaku usaha tidak merasa perlu untuk
menyesuaikan diri terhadap pesaing dan terakhir, adanya “entry barrier” bagi
pelaku usaha yang ingin masuk dalam pasar yang sudah dimonopoli oleh pelaku
usaha.
UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli) berumur lima tahun sejak
diundangkanya dan berlaku efektif baru empat tahun yaitu sejak tgl. 5 Maret
2000. Dalam usia empat tahun berlakunya UU Antimonopoli tersebut, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ingin mendapatkan masukan dari stakeholdernya,
seperti dari pelaku usaha, ahli hukum persaingan, praktisi hukum, pemerintah, DPR
dan lain-lain.
Tujuan UU Antimonopoli
Untuk mengetahui dampak UU Antimonopoli terhadap dunia
bisnis, maka perlulah dilihat tujuan dari UU Antimonopoli. Berhasil tidaknya
pelaksanaan UU Antimonopoli tersebut dapat diukur, jika tujuan UU Antimonopoli
tersebut dapat dicapai. Dari kaca mata pelaku usaha tujuan UU Antimonopoli yang
ditetapkan di dalam pasal 3 tersebut adalah menjadi harapan para pelaku usaha,
yaitu:
-
terwujudnya iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha, bagi
pelaku usaha besar, menengah dan pelaku usaha kecil;
-
mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang
tidak sehat;
-
terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha;
dan yang terakhir
sebagai akibat dari tiga tujuan sebelumnya adalah
-
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan Pemerintah
langgar ketentuan UU Antimonopoli
Selain pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan UU Antimonopoli, kenyataannya pemerintah juga melanggar ketentuan UU
Antimonopoli melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkannya yang dapat
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkautan.
Misalnya, pemerintah 5 dalam hal ini Menperindag mengeluarkan SK No.
643/MPP/Kep/9/2002 tentang Tata Niaga Impor Gula, yang menunjuk beberapa
importir gula, dan pada tgl. 17 Februari 2004 Menperindag mengeluarkan Kep. No.
61/MPP/2/Kep/2004 tentang Perdagangan Gula Antar Pulau. Keputusan Menperindag
ini bertentangan dengan konsep UU Antimonopoli, karena melarang memperdagangkan
antar pulau gula kristal rafinasi produk dalam negeri yang berasal dari:
a. Gula Kristal
Mentah/Gula Kasar, kecuali diperdagangkan dari industri rafinasi kepada industri makanan, minuman dan farmasi;
b. Gula Kristal Rafinasi
Impor;
c. Gula Kristal Mentah/Gula
Kasar.
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 Kep. No.
61/MPP/2/Kep/2004 tersebut gula tersebut hanya dapat dipasarkan oleh
distributor tertentu dan ke wilayah tertentu. Kesempatan yang sama bagi pelaku
usaha untuk mendistribusikan gula sebagaimana di dalam pasal 3 ayat 1 tersebut
menjadi terkonsentrasi. Artinya, harus ada ijin khusus dari Direktur Jenderal
berdasarkan rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil
Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (ayat 2 pasal 3 Kep. No. 61/MPP/2/Kep/2004).
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI
Pada tanggal 5 Maret
1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-undang Anti
Monopoli). Pasal 3 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tujuan pembentukan Undang-undang
ini adalah untuk :
a. Menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
b. Mewujudkan iklim usaha
yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat sehingga menjamain
adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;
c. Mencegah praktek
monopoli atau praktek usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha;
d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
REFERENSI :