STRATEGI MEMBANGUN KEUNGGULAN DAYA SAING
USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DAN KOPERASI
DI INDONESIA DALAM ERA PEREKONOMIAN BARU
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2002), jumlah usaha kecil dan menengah termasuk usaha mikro – selanjutnya baca UKM – mencapai angka 41 juta unit atau 99,99% dari total usaha yang ada dan mampu menyerap 99,4% dari total angkatan kerja yang ada. Disamping itu, UKM juga telah memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu 63.56% terhadap produk domestik bruto (PDB) diluar minyak dan gas. Namun demikian, peranan UKM dalam ekspor masih relatif rendah, yaitu dibawah 20%.
Selanjutnya, kalau data UKM tersebut dipilah lebih rinci lagi, bahwa dari 41 juta unit tersebut, 39,95 juta atau 99,85% adalah usaha kecil dan 55 ribu atau 0,14% usaha menengah. Dari 39,95 juta usaha kecil tersebut, 97,4% merupakan usaha mikro yang omzetnya dibawah Rp. 50 juta per tahun. Bahkan, jika ditinjau dari tingkat pendidikannya, bahwa sebagian terbesar (lebih dari 97%) usaha kecil berpendidikan SLP ke bawah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para pengusaha kecil sangat rendah sekali.
Rendahnya tingkat pendidikan para pengusaha kita, khususnya UKM membawa dampak pada berbagai masalah yang dihadapi oleh UKM. Masalah-masalah tersebut adalah:
a. kekurangmampuan akses dan perluasan pangsa pasar,
b. kekurangmampuan akses pada sumber-sumber pendanaan, khususnya bank,
c. keterbatasan akses pada informasi,
d. kurang mampu memanfaatkan teknologi dan melakukan alih teknologi; dan,
e. kelemahan dalam pengelolaan organisasi dan manajemen.
TANTANGAN DAN PELUANG MEMBANGUN UKMK
Disamping menghadapi era globalisasi, tantangan yang sedang dan dihadapi adalah demokratisasi dan desentralisasi atau otonomisasi. Demokratisasi dicirikan oleh kebebasan berfikir, berkata, dan bertindak. Maka, para pelaku bisnis dituntut untuk selalu inovatif, kreatif dan mampu beradaptasi karena tidak ada lagi keberpihakan khusus kepada yang lemah.
Demikian juga dalam era otonomisasi. Peran pemerintah pusat tidak seperti pada era sebelumnya yang sentralistis. Masing-masing daerah bebas mengembangkan kreasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Pada era otonomisasi ini pula masing-masing UKMK akan memperoleh perlakuan yang berbeda sesuai dengan kapasitas daerah dimana UKMK itu berada.
Pada daerah yang mampu dari segi pendanaan kalau ditunjang oleh konsep yang jelas dalam pemberdayaan UKMK akan mampu menghasilkan UKMK yang tangguh sesuai dengan potensi daerah bersangkutan. Sebaliknya, pada daerah yang miskin akan terjadi keterbatasan dalam upaya pemberdayaan UKMK di daerah bersangkutan. Kalau hal ini terus kita biarkan, tanpa adanya motivasi yang tinggi dari masing-masing pelaku usaha untuk maju, maka mereka akan selalu kalah bersaing dengan pelaku usaha yang lain, di dalam dan luar negeri.
Disamping menghadapi tantangan tersebut, Indonesia sendiri juga dipandang sebagai negara yang memiliki daya saing sangat rendah. Pada tahun 2002 posisi daya saing Indonesia menduduki urutan ke 47 dari 49 negara yang disurvei. Posisi ini sangat jauh sekali dibandingkan negara tetangga kita, Malaysia yang menduduki urutan ke 26, dan Filipina yang menempati urutan ke 40.
Dan apabila bandingkan dari segi tingkat efisiensi usaha di Indonesia, yakni menduduki tempat ke 49 (terbawah) dari 49 negara yang disurvei. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing usaha Indonesia paling rendah didunia.
Dibalik tantangan yang berat tersebut sebenarnya ada potensi peluang yang sangat besar. Beberapa peluang yang ada diantara tantangan tersebut adalah adanya blok atau kawasan/wilayah perdagangan dan investasi yang bebas. Di kawasan ASEAN ada AFTA yang akan dimulai tahun 2003 ini. Di kawasan Asia dan Pasifik ada APEC, yang bagi anggota ekonomi sedang berkembang seperti Indonesia akan kita masuki pada tahun 2020. Kawasan perdagangan dan investasi regional ini dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan potensi bisnis yang kita miliki. Tentu hal ini sangat tergantung pada kelihaian kita memanfaatkan potensi yang ada tersebut.
STRATEGI MEMBANGUN UKMK
Gelombang tren yang kita hadapi ke depan sering juga disebut “New Economy” atau “Cyber Economy”. Memasuki “New Economy” atau “Cyber Economy”.
Kecenderungan yang terjadi dalam “New Economy” adalah :
(1) karakteristik pasar yang dinamis, kompetisi global, dan bentuk organisasi yang cenderung membentuk jejaring (network);
(2) tingkat industri yang pengorganisasian produksinya fleksibel dengan pertumbuhan yang didorong oleh inovasi/pengetahuan; didukung teknologi digital; sumber kompetisi pada inovasi, kualitas, waktu, dan biaya, mengutamakan research and development; serta mengembangkan aliansi dan kolaborasi dengan bisnis lainnya.
Untuk menghasilkan UKMK yang unggul ke depan, maka peranan perguruan tinggi sangatlah penting. Di negara-negara maju seperti Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan bahkan Singapura serta Malaysia sebagai tetangga kita yang dekat upaya ini telah dirintis dengan baik. Di Amerika Serikat, Stanford University sangat terkenal dengan perannya untuk pengembangan inkubator bisnis yang terkenal dengan Silicon Valley. Di Singapura ada dua universitas yang sangat inten mengembangkan UKM, yaitu National University of Singapore dan Nanghyang University. Sedangkan di Malaysia ada Multimedia University yang baru berdiri tahun 1993, sejak tahun 2002 lalu telah gencar mempromosikan program pendampingan pada UKM, khususnya dalam pengembangan bisnis yang berwawasan IT.
REFERENSI :
1. http://www.downloadpdf.co.uk/strategi-membangun-keunggulan-daya-saing-usaha-mikro--kecil
2. http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/era-perekonomian-baru.pdf
3. Seminar Nasional Sehari dengan tema: “Revitalisasi Strategi Pembinaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi oleh Pemerintah/BUMN dalam Perekonomian Baru” oleh ”I Wayan Dipta”.