“Hak Asasi Manusia dan Hukum Ekonomi Internasional,
Kovenan Hak – Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya /
ICESCR 1966”
Lahirnya HAM generasi ke dua ini tidak lepas dari peran serta Franklin Delano Roosevelt selaku presiden Amerika Serikat pada saat itu yang dilatarbelakangi oleh terjadinya depresi besar yang melanda Amerika Serikat dimana selama tiga tahun angka pengangguran di Amerika membumbung dari empat juta sampai dua belas juta orang pertahun.
Hubungan antara hak asasi manusia dengan hukum ekonomi internasional telah menarik cukup banyak perhatian para sarjana hukum, karena individu berhak atas hak asasi manusia (HAM), termasuk di dalamnya hak asasi manusia atas ekonomi. Hak ini dalam hokum internasional adalah salah satu hak yang cukup fundamental. Hal ini agak timpang karena sebenarnya hak – hak ekonomi negara ini pada analisis akhirnya akan berpengaruh terhadap hak – hak asasi manusia atas ekonominya.
Jacquart menyatakan dalam tulisannya bahwa dengan semakin meningkatnya ketidakpastian dan berbagai perubahan dalam bidang politik dan ekonomi pada abad ke 19 dan 20 telah mengubah potret hubungan politik dan ekonomi antara individu dengan negara. Oleh karena itu, beliau menegaskan perlunya memperjelas hak – hak asasi manusia dalam konteks dan wacana yang baru. Sarjana hukum ekonomi internasional terkemuka, Ernst-Ulrich Petersmann menyatakan bahwa pada abad ke 20 mengalami “Revolusi HAM” yang merubah potret antara lain hukum ekonomi internasional. Hal ini bukan saja merupakan suatu perkembangan penting tetapi juga membutuhkan kajian – kajian mendalam tentang implikasi dari perkembangan revolusi HAM ini.
Perubahan penting lainnya yang terjadi dewasa ini adalah cukup banyaknya konstitusi (UUD) di berbagai negara di dunia yang semakin mengakui hak asasi manusia atas ekonomi. Pencantuman hak ekonomi ini menunjukkan semakin pentingnya hak asasi manusia atas ekonomi (termasuk dalam kaitannya dengan hukum ekonomi internasional). Instrumen yang juga penting dalam mengatur hak atas ekonomi ini adalah Pasal 55 Piagam PBB. Pasal ini antara lain mewajibkan PBB untuk memajukan penghormatan termasuk memajukan penaatan terhadap HAM, termasuk HAM atas ekonomi. Pasal 55 Piagam PBB memuat tujuan PBB yaitu memajukan “higher standards of living, full employment and condition of economic and social progress and development; solutions of internasional economic, social, health and related problems and international cultural and educational cooperation”
Perlu dikemukakan disini bahwa HAM yang ditegaskan dalam UDHR bukan saja HAM klasik, yaitu hak – hak sipil dan hak – hak politik. UDHR juga mengakui hak – hak ekonomi, sosial dan budaya (pasal 22–27).
Hak atas ekonomi ini menuntut perlunya perlindungan yang selayaknya. Antara HAM dan hak atas ekonomi ini memiliki kaitan yang cukup erat. Sehingga ada sarjana, misalnya Booysen menyebut hak asasi manusia ini dalam kaitannya dengan hukum ekonomi internasional sebagai international economic human rights. Sedangkan Seidl Hovenveldern menyebutnya sebagai “human rights of economic value”.
HAM sebenarnya adalah bidang yang termasuk ke dalam ruang lingkup hokum internasional. Berdasarkan hukum internasional, HAM menciptakan hak dan kewajiban terhadap negara. Berdasarkan penciptaan ini, negara memiliki tugas (duty) untuk mengakui dan menghormati individu – individu atau pribadi – pribadi yang berada didalam wilayahnya.
Disamping itu negara juga memiliki jurisdiksi atas pribadi – pribadi tersebut.
Sedangkan menurut Booysen, negara hanya memiliki kewajiban (obligation) terhadap negara lainnya, bukan kewajiban terhadap individu. Argumentasinya adalah, individu bukanlah subjek hukum internasional yang penuh. Ia adalah subjek hukum internasional yang sifatnya terbatas.
Karena itu, individu sebenarnya tidak memiliki upaya efektif terhadap negara lain dalam lingkup internasional. Upaya tersebut baru ada apabila secara tegas dinyatakan dan diberikan pada individu tersebut.
1) Hak atas Ekonomi
Hak atas ekonomi ini termuat dalam Konvenan mengenai HakEkonomi, Sosial dan Budaya. Hak ini menurut Henkin, dikenal sebagaihak general kedua (second generation) dari HAM. Dari pasal – pasal ICESCR tersurat HAM atas ekonomi, yakni :
a. hak atas pekerjaan;
b. hak atas gaji yang layak dengan pekerjaannya;
c. hak untuk bergabung dengan serikat kerja / dagang;
d. hak untuk istirahat (leisure);
e. hak untuk mendapatkan standar hidup yang layak (adequate standar of living) yang mencakup makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pelayanan sosial (social services);
f. hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar gratis, dan
g. hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya pada masyarakat.
2) Hak atas Pekerjaan
Hak atas pekerjaan termuat dalam Pasa 6 ICESCR, hak ini merupakan an essential part of the human condition. Penegasan hak ini menurut Jacquart, agak sulit untuk tercapai. Ada dua alasan yang mendukung pendapat beliau. Pertama, meskipun ICESCR menegaskan eksisten hak atas pekerjaan, namun ICESCR juga mengakui adanya hak lain yaitu hak atas jaminan sosial (social security).
Kedua, pelaksanaan hak ini sangat bergantung kepada kemampuan pemerintah untuk memberikan pekerjaan kepada warga negaranya. Karena itu, Jacquart berpendapat hak atas pekerjaan ini lebih tepat disebut sebagai hak atas akses terhadap pekerjaan (the rights of access to work).
REFERENSI :
1. www.Google.com : “Hukum bisnis dan ekonomi.pdf”
2. Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar
1. www.Google.com : “Hukum bisnis dan ekonomi.pdf”
2. Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar
(Penulis : Huala Adolf, S.H., LL.M, PhD)
3. International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 (Konvenan Hak – Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)4. http://binchoutan.files.wordpress.com/2008/03/ham-dan-hk-ekonomi-internasional.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar